Kamis, 02 Juli 2009

Populasi dan sampel

POPULASI DAN SAMPEL
Definisi Variable
Populasi
Menurut Sugiyono,seorang ahli statistic mengatakan populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Populasi mencakup segala hal, termasuk benda-benda alam, dan bukan sekedar jumlah yang ada pada objek.
Sedangkan menurut Santoso & Tjiptono ,populasi merupakan sekumpulan orang atau objek yang memiliki kesamaan dalam satu atau beberapa hal dan yang membentuk masalah pokok dalam suatu riset khusus. Populasi yang akan diteliti harus didefinisikan dengan jelas sebelum penelitian dilakukan.
Populasi merupakan keseluruhan objek yang akan diamati. Objek yang diamati dapat berupa benda hidup maupun benda mati, dimana sifat-sifat yang ada dalam objek tersebut dapat diukur atau diamati. Populasi terdapat dua bagian yaitu ada populasi yang tak terbatas dan populasi yang dapat diketahui jumlahnya. Hasil pengukuran atau karakteristik dari populasi disebut “parameter” yaitu harga rata-rata hitung (mean) dan simpangan baku(standard deviasi). Penjelasan di atas menyimpulkan bahwa populasi diteliti harus didefenisikan dengan jelas,termasuk didalam nya ciri-ciri dimensi waktu dan tempat.


Sampel.
Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian. Hasil pengukuran atau karakteristik dari sampel disebut “statistik”. Sampel adalah semacam miniatur (mikrokosmos) dari populasinya” (Santoso & Tjiptono, 2002, 80)

Alasan perlunya pengambilan sampel adalah sebagai berikut :
1. Keterbatasan waktu, tenaga dan biaya.2. Lebih cepat dan lebih mudah.
3. Memberi informasi yang lebih banyak dan dalam.
4. Dapat ditangani lebih teliti.







Sifat populasi
Berdasarkan sifatnya, populasi dapat digolongkan menjadi populasi yang homogen dan heterogen.
a. Populasi homogen adalah sumber data yang unsur-unsur atau elemennya memiliki sifat yang mendekati sama sehingga tidak perlu ditetapkan jumlahnya secara kuantitatif.
b. Populasi heterogen adalah sumber data yang unsur-unsurnya memiliki sifat yang berbeda (bervariasi) sehingga perlu penetapan batas-batasnya secara kuantitatif.

3. Alasan mengapa digunakan sampel
a. Penggunaan metode sampel dapat menghemat biaya, waktu, dan tenga untuk penelitian.
b. Dalam kasus tertentu, kita mungkin menghadapi objek yang mudah rusak atau berbahaya, misalnya bola lampu, kendaraan, komputer, atau ujicoba senapan dan peluruh. Hal ini tidak memungkinkan meneliti seluruh populasi.
c. Untuk populasi yang homogen, seperti kadar garam pada air laut, darah dalam tubuh seseorang, maka kita tidak perlu mengadakan penelitian terhadap seluruh elemen populasi.




Menurut Malhotra (1993), dalam buku Learbin, ada delapan hal yang perlu dipertimbangkan untuk memutuskan apakah suatu penelitian dilakukan terhadap populasi atau sampel. Kedelapan hal tersebut dikemukakan sebagai berikut:
Hal yang perlu dipertimbangkan kondisi yang sesuai untuk penelitian
Sampel Sensus
1. Anggaran Kecil Besatr
2. Waktu Singkat Lama
3. Ukuran populasi Besar Kecil
4. Variansi karakteristik Kecil Besar
5. Biaya atas kekeliruan penyampelan Rendah Tinggi
6. Biaya atas kekeliruan nonpenyampelan Tinggi Rendah
7. Sifat pengukuran Destruktif Nondestruktif
8. Perhatian atas kasus individual Ya Tidak


Menurut Palte (1978; dalam singarimbun dan Effendi, ed., 1989), kerangka penyampelan yang baik memiliki sifat-sifat:
• Mencakup seluruh unsur sampel,
• Tidak ada unsur yang dihitung dua kali,
• Harus up to date,
• Batas-batasnya jelas; m isalnya untuk rumah tangga: siapa-siapa yang termasuk sebagai anggota rumah tangga, apakah termasuk mertua, orang lain yang tinggal di rumah itu dalam relative waktu yang lama, serta,
• Harus dapat dilacak di lapangan sehingga, misalnya, tidak ada beberapa orang dengan nama yang sama.

Metode Pemilihan Sampel
Metode pemilihan sampel dibedakan menjadi metode acak (random) dan tidak acak. Pada metode acak, pemilihan unsur sampel dilakukan sedemikian rupa sehingga semua unsur yang terdapat pada populasi mimiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Metode pemilihan acak itu disebut juga sebagai metode probabilistic a pelaksanaannya didasarkan pada asumsi mengenai adanya probabilitas (peluang kemungkinan) yang sam dari tiap unsur populasi untuk terpilih menjadi sampel.
Pada metode pemilihan unsur sampel setidak acak, tiap unsur populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Misalnya, untuk mengetahui pendapat konsumen terhadap suatu produk baru. Peneliti hanya meminta pendapat dari orang-orang yang kebetulan membeli produk itu disuatu toko. Dalam hal ini, konsumen lainnya yang sedang tidak membeli produk baru tersebut itu toko itu sama sekali tidak memiliki peluang untuk menjadi sampel sehingga tidak diminta pendapatnya.


1. Teknik pemilihan sampel secara acak
Pelaksanaan metode pemilihan unsur sampel secara acak maupun tidak acak dilakukan berdasarkan teknik-teknik tertentu. Teknik pemilihan sampel degan metode acak terdiri atas teknik pemilihan sampel secara acak sebagai berikut:
a) Teknik pemilihan sampel acak sederhana
Teknik pemelihan sampel secara acak sederhana dilakukan dengan cara membuat daftar dari seluruh satuan analisis yang terdapat pada populasinya, dan dari daftar itu dipilih sejumlah unsur secara acak untuk dijadikan sampel. Untuk menggunakan teknik dengan hasil yang baik perlu dipenuhi beberapa persyaratan. Pertama, harus ada daftar yang lengkap mengenai seluruh unsur populasinya. Bila tidk emikian, maka pemilihan unsur populasi untuk dijadikan sampel tidak dapat dilakukan. Kedua, karakteristik populasinya harus (relative) homogeny. Bila karakteristiknya sangat heterogen, sampel yang dipilih tidak dapat mencerminkan dengan baik karakteristik populasinya.
Keunggulan dari teknik ini adalah pada keserdehanaannya dan teknik analisis atau datanya juga mudah dilakukan. Kelenahan dari teknik ini adalah sulit untuk memenuhi persyaratannya dan konsukuensi dari tidak terpenuhinya persyaratan itu.
b) Teknik Pemilihan Sampel Acak Sistematis
Unsur yang dipilh secara acak pada teknik sampel acak sistematishanyalah unsur yang pertama kali dipilih. Selanjutnya, unsur-unsur berikutnya tergantung pada unsur yang terpilih pertama kali itu disertai dengan penambahan angka tertentu. Teknik ini dapat digunakan bila terdapat daftar mengenai satuan-satuan unsur (kerangka penyampelan) populasinya sehingga tiap unsur dapat diberi nomor urutnya. Teknik ini sesuai digunakan pada populasi yang unsur-unsurnya memiliki pola yang beraturan.

c) Teknik Pemilihan Acak Berlapis
Teknik acak berlapis (berstrata) ini diawali dengan pembagian populasi menjadi beberapa strata secara pilah dan tuntas/habis. Artinya, populasi itu harus habis dibagi ke dalam strata-strata dan tiap strata itu tidak boleh tumpang tindik, yaitu tiap unsur populasinya hanya boleh termasuk pada satu strata. Kemudian, dari tiap strata dipilih secara acak sederhana unsur-unsur yang akan dijadikan sampel.
Permasalahan yang dihadapi pada penggunaan teknik ini adalah pada penentuan variable yang akan dijadikan sebagai dasar untuk menstratafikasi populasinya. Variable yang sebaiknya digunakan adalah variable yang lebih dapat mencapai tujuan penggunaan teknik ini, sebagaimana dikemukakan diatas. Menurut Mantra dan Kastro (dalam Singarimbun dan Effendi, ed., 1989), criteria penggunaan variable itu harus didasarkan pada data pendahuluan mengenai menstratafikasian populasinya. Jadi, kita harus memiliki pengetahuan awal bahwa variable itu dapat dijadikan untuk menstratafikasi populasinya sedemikian rupa sehingga karakteristik pada tiap strata menjadi lebih homogeny and karakteristik anta stratanya menjadi lebih heterogen.

d) Teknik Pemilihan Sampel Acak Bergugus
Teknik penyampelan acak bergugus (klaster) dilakukan dengan membagi populasinya menjadi beberapa klaster, persis seperti yang dilakukan pada tahap awal penggunaan teknik berlapis. Kemudian, dari keseluruhan klaster itu dipilih beberapa klaster secara acak dan semua unsur yang terdapat pada klaster-klaster yang terpilih itu dijadikan sebagai sampel.
Teknik klaster dapat dilakukan melalui satu atau lebih tahap. Bila semua unsur yang terdapat pada klaster yang terpilih dijadikan sebagai sampel, maka tekniknya disebut satu tahap. Bila hanya sebagian dari unsur yang terdapat pada klaster yang terpilih itu yang dijadikan sebagai sampel, maka tekniknya disebut dua tahap.

e) Teknik Pemilihan Sampel Acak Wilayah
Teknik acak wilayah dilakukan dengan membagi populasi menjadi bebrapa wilayah atau areal. Jadi, dasar pengelompokannya adalah wilayah, seperti blok-nlok perumahan. Ketidakrepresentativan sampel yang dihasilkan melalui teknik ini menyebabkan pernyataan yang definitive dan konklusif dari hasil sampel ini tidak dapat dibuat. Selain itu, galat standarnya sulit juga untuk diukur.

f) Teknik Pemilihan Sampel Acak Berangkai
Teknik pemilihan sampel acak berangkai (sekuensial) dilakukan dalam beberapa tahap, bergantung pada apakah informasi yang telah diperoleh telah dianggap memadai atau tidak. Pada tahap pertama, dilakukan pemilihan sampel secara acak dan data yang diperoleh dianalisis. Jika hasil analisis itu dianggap telah memadai, maka pemilihan sampel pada tahap berikutnya tidak perlu dilakukan. Sebaliknya, jika hasil analisis itu dianggap belum memadai, maka pemilihan sampel tambahan dilakukan lagi dan data yang diperoleh dianalisis. Jika hasil analisis itu dianggap sudah memadai, maka pemilihan sampel untuk tahap berikutnya tidak perlu dilakukan, Dan sebaliknya.
2. Teknik Pemilihan Sampel Tak Acak

Metode pemilihan sampel secara tidak acak terdiri dari beberapa teknik yaitu:

a) Teknik Pemilihan Sampel Tak Acak Convenient
Sesuai dengan namanya, teknik tak acak convenient digunakan berdasarkan kemudahan unsur po[pulasi untuk dijangkau. Jadi, unsur populasi mana yang lebih mudah untuk diperoeh datanya maka unsur itulah yang dijadikan sampel.

b) Teknik Pemiliohan Sampel Tak Acak Bertujuan
Terknik pemilihan sampel tak acak bertujuan (proposive) disebut juga sebagai teknik judgemental (penilaian). Pada teknik ini, unsur populasi yang ditentukan menjadi sampel didasarkan pada tujuan penelitian. Teknik ini baru dapat digunakan bila karakteristik populasinya yang menjadi objek penelitian yang dilakukan telah diketahui. Pengetahuan ini biasanya didasarkan pada hasil penelitian yang telah pernah dilakukan atau pada pendapat ahli.

c) Teknik Pemilihan Sampel Tak Acak Kuota
Teknik tak acak kuota (penjatahan) ini dilakukan jika karakteristik populasinya bersifat pilah. Misalnya, suatu penelitian dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan sikap antara pria dan perempuan terhadap pengeksploitasian aspek seksual perempuan pada iklan.penentuan subjek mana yang akan dijadikan unsur sampel itu sepenuhnya bergantung pada petugas pengambil data. Variable-variabel yang akan dijadikan bahan pertimbangan pada teknik pemilihan sampel ini adalah variable demiografi-kategorik seperti jenis kelamin, usia,suku

d) Teknik Pemilihan Tak Acak Bola Salju
Teknik tak acak bola salju dilakukan dengan menentukan subjek awalnya. Kemudian, sunjek awal itu diminta untuk menunjuk subjek berikutnya. Hal itu dilakukan secara berantai hingga jumlah sunjek yang akan dijadikan sampel terpenuhi. Teknik ini terutama digunakan untuk menduga karakteristik yang jarang dijumpai pada suatu populasi.

Metode Sampel Yang Ideal
Menurut Taken (1965 dalam Singarimbun dan Effendi, ed., 1989) ,engemukakan beberap pedoman. Teknik pemilihan unsur sampel yang sebaiknya digunakan adalah teknik yang:
 Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari (mengenai) seluruh populasi yang diteliti.
 Dapat menentukan ketepatan hasil penelitian, berupa deviasi standar (galat standar) dari estimator yang diperoleh
 Sederhana sehingga mudah dilaksanakan, dan
 Dapat menghasilkan informasi sebanyak mungkin dengan biaya yang serendah-rendahnya.


Penentuan Ukuran Sampel
Hal lain yang perlu ditentukan mengenai subjek yang akan dijadikan sampel penelitian adalah banyaknya subjek sampel itu. penentuan ukuran sampel itu dapat dilakukan dengan menggunakan rumus atau pendekatan lainnya. Pendekatan rumus jarang dilakukan karena tidak praktis
Menurut Malhotra (1993), ada bebrapoa aspek kualitif penting yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan ukuran sampel:
 Pertama, pentingnya keputusan yang akan dibuat berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan. Makin penting keputusan yang akan dibuat, makin dibutuhkan ukuran sampel yang lebih besar
 Kedua, sifat penelitian. Untuk penelitian konklusif dibutuhkan ukuran sampel yang lebih besar apabila dibandingkan dengan ukuran sampel pada penelitian eksploratif.
 Ketiga, makin banyak variable penelitian, makin besar ukuran sampel yang dibutuhkan.
 Keempat, makin rumit teknik analisis yang akan digunakan, makin besar ukuran sampel yang diperlukan.
 Kelima, rata-rata ukuran sampel yang digunakan pada penelitian-penelitian sejenis.
 Keenam, tingkat kemungkinan terjadi bahwa subjek tidak dapat diperoleh datanya atau data yang diperoleh tidak memenuhi syarat. Adlam kaitan itu peneliti harus menambahkan unsur tertentu pada sampelnya guna mengantisipasi bahwa tidak semua unsur sampel dapat diperoleh datanya atau datanya lengkap.
 Ketujuh, tingkat kelengkapan yang dibutuhkan.
 Kedelapan, sumber daya yang tersedia, seperti waktu, dana, dan petugas lapangan, makin terbatas sumber daya yang tersedia, makin kecil ukuran sampel.

Prosedur Pemilihan Sampel
Dalam praktek, prosedur pemilihan sampel dilakukan melalui beberapa tahap kegiatan, yaitu sebagai berikut:
1) Pendefinisian Populasi
Pendefinisian populasi merupakan pemberian batasan yang jelas dan tegas, mengenai unsur-unsur populasi sedemikian rupa sehingga dapat diidentifikasi dengan mudah unsur-unsur yang termasuk dan yang tidak termasuk pada populasi penelitian. Hal itu dapat dicapai dengan menyatakan secara jelas keempat aspek berikut:
 Unsur Populasi : wanita berusia 18 tahun atau lebih
 Unsur Penyampelan : di shoping mall yang ada
 Luas : di suburban Chicago
 Waktu : selama waktu pelaksanaan survey.

2) Penspesifikasian Kerangka Penyampelan
Penspesifikasian kerangka penyampelan merupakan penyajian unsur-unsur populasinya. Kerangka penyampelan itu dapat terdiri atas satu-per satu unsur populasi atas beberapa subpopulasi yang terdiri atas beberapa unsur populasi.


3) Penentuan Metode dan Teknik Pemilihan Sampel
Penentuan metode pemilihan sampel merupakan apakah metode acak atau tidak yang akan digunakan. Penentuan teknik pemilihan sampel meru penentuan teknik pemilihan sampel yang digunakan sebagaimana tercakup pada metode pemilihan sampel yang telah ditentukan.

4) Penentuan Ukuran Sampel
Penentuan ukuran sampel merupakan penentuan banyaknya unsur populasi yang dijadikan sampel. Berkaitan dengan itu, dasar aatu alasan penentuan ukuran sampel penelitian perlu juga dikemukakan.

5) Perspesifikasian Rencana Pemilihan Sampel
Kegiatan ini mencakup penspesifikasian prosedur operasional di lapangan untuk memilih satuan penyampelan. Dalam kaitan itu, perlu juga dikemukakan hal-hal apa saja yang harus dilakukan oleh para pengumpul data bila menghadapi hal-hal yang menyimpang dari rencana pemilihan di lapangan.

6) Pelaksanaan Pemilihan Sampel
Pelaksanaan pemilihan sampel dig an seharusnya dipantau oleh peneliti untuk mengantisipasi kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi oleh para pengumpul data. Selain itu, pemantauan juga perlu dilakukan untuk emnjamin bahwa pengumpulan data itu telah sesuai dengan prosedur yang telah direncanakan.

Jenis Sampel
Adakalanya dalam populasi, sampel suatu penelitian dibagi menjadi dua. Satu bagian digunakan untuk mengembangkan suatu model dan satu bagian lagi digunakan untuk menguji model (hipotesis) yang telah dikembangkan. Bagian yang pertama itu dinamakan sampel awal (initial sample) dan bagian yang kedua dinamakan holdout sample. Jenis sampel yang demikian sering kali dighunakan pada penelitian runtut waktu.

DESAIN DARI SURVEI SAMPEL
Tujuan dari survey sampling adalah untuk mengadakan estimasi dan menguji hipotesis tentang parameter populasi dengan menggunakan keterangan-keterangan yang diperoleh dari sampel. Keterangan-keterangan yang diperoleh dapat dikuasai dan tergantung dari dua hal, yaitu:
 Jumlah unit sampling yang dimasukkan dalam sampel, dan
 Teknik yang digunakan dalam memilih sampel.
Pilihan terhadap sampling desain banyak sekali. Untuk memudahkannya C.W. Churchman, et, al. membagi sampling menjadi dua, yaitu desain sampling tetap (fixed sampling design) dan sampling skuensial (squential sampling). Dalam desain sampel tetap, sample dibentuk mengikuti aturan tertentu, dan aturan ini tidak berubah-ubah selama penarikan sampel berlaku. Sedangkan dalam sampel skuensial mula-mula ditarik sampel kecil secara random dan dianalisis, untuk menentukan apakah perlu diatrik sampel lain yang lebih besar. Analisis penerikan sampel kecil tersebut menentukan penerikan sampel besar selanjutnya.

 Sample ditarik secara bertingkat
Disini sample ditarik beberapa kali untuk memenuhi kepuasan, dan tiap sample yang ditarik digabung dengan sample sebelumnya.

 Cara pengamatan satu per satu terhadap anggota populasi
Dalam hal ini, satu per satu anggota sample kita amati. Pengamatan kita lakukan terus-menerus sampai kita merasa puas tentang keterangan yang kita inginkan. Cara ini dianggap khas dari multiple sampling.



 Simple random sample (sample acak sederhana)
Tiap unit populasi diberi nomor, kemudian sample yang diinginkan ditarik secara acak, baik dengan menggunakan random numbers ataupun dengan undian biasa.

 Systematic sample (sample sistematik)
Unit dari populasi diberi nomor dan diurutkan. Kemudian ditentukan satu nomor sebagai titik tolak menarik sample. Nomor berikut dari anggota yang ingin dipilih ditentukan secara sistematis.

 Multiple stage sample
Sample ditarik dari kelompok populasi, tetapi tidak semua anggota kelompok populasi menjadi anggota sample. Hanya sebagian dari anggota subpopulasi menjadi anggota sample. Caranya bias dengan equal probability ataupun dengan proportional probability. 0pada equal probability, maka tiap dari kelompok populasi kita pilih sejumlah anggota tertentu untuk dimasukkan dalam sample dan tiap anggota kelompok tersenut mempunyai probabilitas yang sama untuk dimasukkan ke dalam sample. Pada proportional probability, maka tiap anggota kelompok mempunyai probanilitas yang sebanding dengan besar relative dari kelompok-kelompok yang dimasukkan kedalam subsampel.


 Stratified sample
Populasi dibagi dalam kelompok yang homogeny terlebih dahulu, atau dalam strata. Anggota sampel ditarik dari tiap strata. Jika tidak semua strata ditarik sampelnya, maka ia menjadi multiple stage sampling.

 Cluster sampling
Populasi dibagi dulu atas kelompok berdasarkan area atau cluster. Anggota subpopulasi tiap cluster tidak perlu homogeny, beberapa cluster dipilih dulu sebagai sampel. Kemudian dipilih kembali anggota unit dari sampelcluster diatas.

 Stratified cluster sample
Sampel ditarik dengan teknik kombinasi antara stratified sampling dan cluster sampling.

STEP SEBELUM MENGUMPULAKAN DATA (SURVEI)
1) Tentukan tujuan survey
Tujuan survey harus diterangkan seterang-terangnya sehingga kita tidak akan lari dari sasaran atau tidak akan ngawur nantinya, jika kerja yang lebih mendetail akan kita kerjakan.

2) Tetapkan populasi yang akan disurvei
Berikan definisi-definisi sejelas-jelasnya mengenai populasi yang akan disurvei.
3) Pilihlah data yang relevan
Data yang harus dikumpulkan haruslah yang relevan dengan tujuan penelitian. Jauhi pertanyaan-pertanyaan yang tetrlalu banyak memakan waktu.
4) Tentukan derajat ketetapan
Bagaimana presisi yang kita inginkan dari hasil survey tersebut. Apakah diperlukan survey yang mendetail atau tidak. Harus ditentukan berapa besarnya sadan teknik mana yang dipilih dalam menarik sampel tersebut.
5) Tentukan teknik mengumpulkan keterangan
Teknik mengumpulkan keterangan terdiri atas:
 Interview guide, bisa dengan interview telepon atau interview tatap muka.
 Questionnaire, kita mengirimkan daftar pertanyaan dan kita suruh responden mengisi jawaban.
 Schedule, daftar pertranyaan diisi oleh enumerator didepan responden.
6) Carilah frame untuk menetapkan sampel
Untuk mengambil sampel terhadap populasi maka harus ada list, peta aatu bahan lain yang dapat digunakan sebagai frame.

7) Tentukan unit sampling
Pembagian populasi atas unit sampling harus tegas. Tiap elemen populasi harus ada dalam unit sampling.
8) Buat interview guide, questionnaire atau schedule
Sesuai dengan teknik pengumpulan data. Pertanyaan harus jelas, tidak berarti dua, pendek, berstruktur atau tidak.
9) Adakan training
Suksesnya survey bergantung dari cara enumerator atau interview dan supervisor melakukan tugas lapangan.dari situ enumerator, interview harus dipilih mereka-mereka yang menpunyai cukup kualifikasi terhadap kerja tersebut. Latihan serta bimbingan terhadap enumerator dan supervisor harus diberikan lebih dahulu sebelum mereka turun ke lapangan
10) Adakan pretest
Questionnaire atu schedule harus dicoba lebih dahulu di lapangan dengan scope yang kecil. Dari hasil pretest akan dpat diperbaiki pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk yang lebih sesuai dengan kenyataan lapangan.
11) Tetapkan waktu penelitian
Waktu survey harus ditegaskan. Waktu harus ditetapkan sesuai dengan jadwal penelitian yang telah ditentukan sewaktu membuat outline dari penelitian (project proposal)

Syarat sampel yang baik
Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan.
Pertama : Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya “bias” atau kekeliruan adalah populasi.
Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa “there is no systematic variance” yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis
Contoh systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh Literary Digest (sebuah majalah yang terbit di Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936. (Copper & Emory, 1995, Nan lin, 1976). Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan tahun 1932 majalah ini berhasil memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari calon-calon presiden yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku telepon dan dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah. Berdasarkan jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M. Landon dan Franklin D. Roosevelt), yang akan menang adalah Landon, namun meleset karena ternyata Roosevelt yang terpilih menjadi presiden Amerika.
Setelah diperiksa secara seksama, ternyata Literary Digest membuat kesalahan dalam menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel yang diambil adalah mereka yang memiliki telepon dan mobil, akibatnya pemilih yang sebagian besar tidak memiliki telepon dan mobil (kelas rendah) tidak terwakili, padahal Rosevelt lebih banyak dipilih oleh masyarakat kelas rendah tersebut. Dari kejadian tersebut ada dua pelajaran yang diperoleh : (1), keakuratan prediktibilitas dari suatu sampel tidak selalu bisa dijamin dengan banyaknya jumlah sampel; (2) agar sampel dapat memprediksi dengan baik populasi, sampel harus mempunyai selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan Lin, 1976).
Kedua : Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel 50 orang. Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan 50 potong produk “X”. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa menghasilkan produk “X” per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara laporan harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang dihasilkan dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel tersebut.
Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan nama “sampling error” Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi (, makin tinggi pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat presisi mungkin bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel, karena kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah ( Kerlinger, 1973 ). Dengan contoh di atas tadi, mungkin saja
perbedaan rata-rata di antara populasi dengan sampel bisa lebih sedikit, jika sampel yang ditariknya ditambah. Katakanlah dari 50 menjadi 75.
Di bawah ini digambarkan hubungan antara jumlah sampel dengan tingkat kesalahan seperti yang diuarakan oleh Kerlinger

besar
kesa-
lahan
kecil
kecil besarnya sampel besar

Ukuran sampel
Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.
Dikaitkan dengan besarnya sampel, selain tingkat kesalahan, ada lagi beberapa faktor lain yang perlu memperoleh pertimbangan yaitu, (1) derajat keseragaman, (2) rencana analisis, (3) biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia . (Singarimbun dan Effendy, 1989). Makin tidak seragam sifat atau karakter setiap elemen populasi, makin banyak sampel yang harus diambil. Jika rencana analisisnya mendetail atau rinci maka jumlah sampelnya pun harus banyak. Misalnya di samping ingin mengetahui sikap konsumen terhadap kebijakan perusahaan, peneliti juga bermaksud mengetahui hubungan antara sikap dengan tingkat pendidikan. Agar tujuan ini dapat tercapai maka sampelnya harus terdiri atas berbagai jenjang pendidikan SD, SLTP. SMU, dan seterusnya.. Makin sedikit waktu, biaya , dan tenaga yang dimiliki peneliti, makin sedikit pula sampel yang bisa diperoleh. Perlu dipahami bahwa apapun alasannya, penelitian haruslah dapat dikelola dengan baik (manageable).
Misalnya, jumlah bank yang dijadikan populasi penelitian ada 400 buah. Pertanyaannya adalah, berapa bank yang harus diambil menjadi sampel agar hasilnya mewakili populasi?. 30?, 50? 100? 250?. Jawabnya tidak mudah. Ada yang mengatakan, jika ukuran populasinya di atas 1000, sampel sekitar 10 % sudah cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100, sampelnya paling sedikit 30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka sampelnya harus 100%.
Ada pula yang menuliskan, untuk penelitian deskriptif, sampelnya 10% dari populasi, penelitian korelasional, paling sedikit 30 elemen populasi, penelitian perbandingan kausal, 30 elemen per kelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15 elemen per kelompok (Gay dan Diehl, 1992).
Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992) memberikan pedoman penentuan jumlah sampel sebagai berikut :
1. Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen
2. Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel (laki/perempuan, SD?SLTP/SMU, dsb), jumlah minimum subsampel harus 30
3. Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi multivariate) ukuran sampel harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variable yang akan dianalisis.
4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.
Krejcie dan Morgan (1970) dalam Uma Sekaran (1992) membuat daftar yang bisa dipakai untuk menentukan jumlah sampel sebagai berikut (Lihat Tabel)

Populasi (N) Sampel (n) Populasi (N) Sampel (n) Populasi (N) Sampel (n)
10 10 220 140 1200 291
15 14 230 144 1300 297
20 19 240 148 1400 302
25 24 250 152 1500 306
30 28 260 155 1600 310
35 32 270 159 1700 313
40 36 280 162 1800 317
45 40 290 165 1900 320
50 44 300 169 2000 322
55 48 320 175 2200 327
60 52 340 181 2400 331
65 56 360 186 2600 335
70 59 380 191 2800 338
75 63 400 196 3000 341
80 66 420 201 3500 346
85 70 440 205 4000 351
90 73 460 210 4500 354
95 76 480 214 5000 357
100 80 500 217 6000 361
110 86 550 226 7000 364
120 92 600 234 8000 367
130 97 650 242 9000 368
140 103 700 248 10000 370
150 108 750 254 15000 375
160 113 800 260 20000 377
170 118 850 265 30000 379
180 123 900 269 40000 380
190 127 950 274 50000 381
200 132 1000 278 75000 382
210 136 1100 285 1000000 384


Sebagai informasi lainnya, Champion (1981) mengatakan bahwa sebagian besar uji statistik selalu menyertakan rekomendasi ukuran sampel. Dengan kata lain, uji-uji statistik yang ada akan sangat efektif jika diterapkan pada sampel yang jumlahnya 30 s/d 60 atau dari 120 s/d 250. Bahkan jika sampelnya di atas 500, tidak direkomendasikan untuk menerapkan uji statistik. (Penjelasan tentang ini dapat dibaca di Bab 7 dan 8 buku Basic Statistics for Social Research, Second Edition)

Teknik-teknik pengambilan sampel
Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol).
Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel representatif dan diambil secara acak. Namun jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil penelitian maka sampel bisa diambil secara tidak acak. Sampel tidak acak biasanya juga diambil jika peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen populasi. Contohnya, jika yang diteliti populasinya adalah konsumen teh botol, kemungkinan besar peneliti tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah konsumennya, dan juga karakteristik konsumen. Karena dia tidak mengetahui ukuran pupulasi yang tepat, bisakah dia mengatakan bahwa 200 konsumen sebagai sampel dikatakan “representatif”?. Kemudian, bisakah peneliti memilih sampel secara acak, jika tidak ada informasi yang cukup lengkap tentang diri konsumen?. Dalam situasi yang demikian, pengambilan sampel dengan cara acak tidak dimungkinkan, maka tidak ada pilihan lain kecuali sampel diambil dengan cara tidak acak atau nonprobability sampling, namun dengan konsekuensi hasil penelitiannya tersebut tidak bisa digeneralisasikan. Jika ternyata dari 200 konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka peneliti tidak bisa mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh botol merasa kurang puas terhadap the botol.
Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih spesifik lagi. Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball sampling

Probability/Random Sampling.
Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama “sampling frame”. Yang dimaksud dengan kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data tentang orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat, atau juga tentang benda. Jika populasi penelitian adalah mahasiswa perguruan tinggi “A”, maka peneliti harus bisa memiliki daftar semua mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi “A “ tersebut selengkap mungkin. Nama, NRP, jenis kelamin, alamat, usia, dan informasi lain yang berguna bagi penelitiannya.. Dari daftar ini, peneliti akan bisa secara pasti mengetahui jumlah populasinya (N). Jika populasinya adalah rumah tangga dalam sebuah kota, maka peneliti harus mempunyai daftar seluruh rumah tangga kota tersebut. Jika populasinya adalah wilayah Jawa Barat, maka penelti harus mepunyai peta wilayah Jawa Barat secara lengkap. Kabupaten, Kecamatan, Desa, Kampung. Lalu setiap tempat tersebut diberi kode (angka atau simbol) yang berbeda satu sama lainnya.
Di samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat yang bisa dijadikan penentu sampel. Dari sekian elemen populasi, elemen mana saja yang bisa dipilih menjadi sampel?. Alat yang umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random, kalkulator, atau undian. Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian jika elemen populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa mengganggu konsep “acak” atau “random” itu sendiri.

1. Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana
Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Misalnya, dalam populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin, ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Selama perbedaan gender, status kemakmuran, dan kedudukan dalam organisasi, serta perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang penting dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel secara acak sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Prosedurnya :
1. Susun “sampling frame”
2. Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
3. Tentukan alat pemilihan sampel
4. Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi

2. Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan
Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel dengan cara ini. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap manajer terhadap satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat atas cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar dapat menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling tidak para manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan teknik pemilihan sampel secara random distratifikasikan, maka dia akan memperoleh manajer di ketiga tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer atas, manajer menengah dan manajer bawah. Dari setiap stratum tersebut dipilih sampel secara acak. Prosedurnya :
1. Siapkan “sampling frame”
2. Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki
3. Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum
4. Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.
Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, peneliti dapat menentukan secara (a) proposional, (b) tidak proposional. Yang dimaksud dengan proposional adalah jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding dengan jumlah unsur populasi dalam stratum tersebut. Misalnya, untuk stratum manajer tingkat atas (I) terdapat 15 manajer, tingkat menengah ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat bawah (III) ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau jumlah sampel yang akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka untuk stratum I diambil (15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28 manajer, dan stratum 3 = 63 manajer.
Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah unsur atau elemen di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil semua manajer dalam stratum tersebut , dan untuk manajer tingkat menengah (II) ditambah 5, sedangkan manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.

3. Cluster Sampling atau Sampel Gugus
Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana setiap unsur dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum A : laki-laki semua, stratum B : perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap gugus boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen. Misalnya, dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap departemen terdapat banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda jenis kelaminnya, beda tingkat pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingat manajerialnnya, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para pegawai terhadap suatu strategi yang segera diterapkan perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk mencegah terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja. Prosedur :
1. Susun sampling frame berdasarkan gugus – Dalam kasus di atas, elemennya ada 100 departemen.
2. Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel
3. Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak
4. Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sample

4. Systematic Sampling atau Sampel Sistematis
Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat pengambil data secara random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang “keberapa”. Misalnya, setiap unsur populasi yang keenam, yang bisa dijadikan sampel. Soal “keberapa”-nya satu unsur populasi bisa dijadikan sampel tergantung pada ukuran populasi dan ukuran sampel. Misalnya, dalam satu populasi terdapat 5000 rumah. Sampel yang akan diambil adalah 250 rumah dengan demikian interval di antara sampel kesatu, kedua, dan seterusnya adalah 25. Prosedurnya :
5. Susun sampling frame
6. Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil
7. Tentukan K (kelas interval)
8. Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak atau random – biasanya melalui cara undian saja.
9. Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih.
10. Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya

4. Area Sampling atau Sampel Wilayah
Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya :
1. Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) – Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.
2. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten ?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?)
3. Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.
4. Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random.
5. Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.



Nonprobability/Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak
Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.
1. Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan.
Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.

2. Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.
Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai
“information rich”.
Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).
Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja.


3. Snowball Sampling – Sampel Bola Salju
Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang eksklusif (tertutup)
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 1998). Adapun populasi menurut Nazir (1999) adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Populasi berkenaan dengan data, bukan dengan orangnya ataupun bendanya.
Jadi yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan subyek atau unit penelitian yang akan dianalisis.
Pernyataan tersebut senada dengan apa yang dikemukakan oleh Nazir (1999) bahwa sampel adalah bagian dari populasi. Dengan demikian sampel adalah suatu bagian (subset) dari populasi yang dianggap mampu mewakili populasi yang akan diteliti.
Mengenai penentuan besarnya sampel Arikunto (1998:120) mengemukakan di dalam pengambilan sampel apabila subyeknya kurang dari 100 diambil semua sehingga penelitian merupakan penelitian populasi.
Sampling adalah proses pemilihan beberapa obyek untuk contoh (sample) dari seluruh obyek (populasi) yang akan diteliti sifat-sifatnya. Sampling berbeda dengan cara pengkajian secara keseluruhan, artinya yang terakhir ini dikerjakan dengan meneliti satu per satu atau bagian demi bagian obyek yang menjadi anggota populasi itu di sebut sensus.
Contoh dalam sampling. Kita mengambil beberapa daun papaya kemudian kita rebus dan kita ambil airnya lalu diminum. Kalau ini terasa pahit, maka kita akan mengambil kesimpulan bahwa air daun papaya itu pahit.
Contoh dari sensus. Kita mengambil semua daun papaya yang ada di pohon papaya kemudian di rebus untuk diminum. Ternyata rasanya pahit sehingga kita simpulkan bahwa air daun papaya itu rasanya pahit.
Survey adalah pengumpulan data informasi tentang sekelompok manusia, dimana suatu hubungan langsung dengan obyek yang dipelajari seperti individu, organisasi, masyarakat dan sebagiannya, diadakan melalui suatu cara sistematis seperti pengisian daftar pertayaan, wawancara dan lain sebagainya.
Sensus adalah suatu survey dimana informasi yang di kumpulkan di ambil dari semua anggota populasi atau kelompok yang dipelajari. Sample survey merupakan suatu studi dimana informasi itu di kumpulkan dari sebagian unsur populasi yang di pilih (sample) untuk mewakili seluruh unsure populasi.
Sample survey sering digunakan dalam penelitian daripada cara sensus karena beberapa alasan :
a. sample survey lebih cepat dan murah.
b. sample survey akan menhasilkan informasi yang lebih lengkap dan mencakup banyak hal.
c. sample survey akan lebih teliti.
d. Adanya penhematan baik waktu maupun uang.
Cara mengambil sampel
Dua cara utama yang sering dilakukan dalam pengambilan contoh atau pemilih responden yaitu pengambilan contoh secara acak di sebut random sampling. Dan pengambilan contoh secara acak berdasarkan strata atau disebut stratified random sampling.
Dengan stratified random sampling, sub kelompok tertentu dipilih untuk menjamin bahwa masing-masing sub kelompok sama-sama diwakili atau menjamin keseragaman atau diwakilnya suatu sub kelompok tertentu. Di samping itu dapat ditambahkan cara-cara lain yang merupakan modifikasi dari kedua cara utama itu yaitu dengan systematic sampling, cluster sampling dan multistage sampling.
a. acak sederhana (simple random sampling)
dengan cara acak atau random sampling kita memberikan kesempatan yang sama kepada setiap unsur atau angota populasi untuk di pilih sebagai sampel. Random sampling dapat dengan menaruh kembali setiap sampel yang sudah di pilih (sampling with replacement) dan (sampling without replacement), namun cara yang pertama tidak dapat di pakai karena ada kemungkinan unsur yang sudah di pilih akan dapat terpilih lagi.


b. acak berstrata
dalam acak berstrata populasi perlu di kelompokan atau di tanyakan dalam strata agar meraka lebih tampak homogen. Penyusunan strata ini dilakukan sebelum pengambilan sampel. Hal ini dimaksudkan agar populasi yang terpilih sebagai sampel benar-benar mewakili seluruh populasi dan bukan mewakili satu kelompok atau strata saja. Hal ini dapat terjadi walaupun cara yang dipakai adalah random sampling.
Setealh populasi di kelompokan dalam strata, maka suatu random sampling dapat di tempuh untuk masing-masing strata. Jadi stratified random sampling adalah pengambilan sampel secara acak di dalam populasi yang sudah di kelompokan (distratakan).
c. sistematis (systematic sampling)
systematic sampling atau cara pengambilan contoh secara systematis dapat di lakukan sebagai berikut. Mula-mula kita menentukan sampel secara random dari daftar nama anggota populasi. Kemudian kita mengambil sampel-sampel berikutnya secara berurutan sesuai dengan interval yang sudah di tentukan.
d. cluster sampling
pengambilan contoh atas dasar cluster ini mirip dengan pengambilan contoh atas strata. Perbedaannya ialah bahwa dalam cluster sampling unsure-unsur yang di dapat din dalam masing-masing cluster bersifat heterogen, sedangkan dalam stratified sampling unsur-unsur yang terdapat di dalam masing-masing strata bersifat homogen.
e. bertahap (multistage sampling)
dalam multistage sampling, kita mengambil sampel secara bertahap, mula-mula kita mengambil sampel blok, kemudian kita mengambil sampel dari sampel blok. Tahap-tahap ini dapat lebih dari dua tahap, tergantung pada luasnya populasi dan semakin luasnya populasi kita, semakin mungkin kita melakukan lebih banyak tahap dalam pengambilan sampel.
Keuntungan dan kelemahan masing-masing cara pengambilan sampel
a. pengambilan contoh secara acak (simple random sampling)
keuntungan dari cara ini ialah teorinya mudah dimengerti.
Kelemahan dari cara tersebut adalah :
1. apabila variasi dalam pop[ulasi bersifat teratur, maka mungkin terpilih kelompok-kelompok sampel yang justru tidak mewakili atu mengambarkan populasi.
2. dalam memilih sampel dengan memberi nomor pada masing-masing unsur populasi akan cukup menbosankan.
3. dengan simple random sampling, mungkin terjadi survey harus dilaksanakan di wilayah yang sangat luas dan tersebar.jadi kurang mengarah.

b. pengambilan contoh dengan strata (strafied random sampling)
cara ini memiliki keuntungan :
1. lebih efesien dari pada cara simple random sampling, karena lebih terarah.
2. data atau informasi yang di kumpulkan dapat lebih dalam dan menyeluruh mengenai masing-masing strata.
3. lebih mudah dikendalikan, karena administrasinya mudah dan jelas.


Kelemahan cara ini adalah :
1. perlu informasi, tentang strata dari populasi yang bersangkutan.
2. harus ada kerangka pengambilan contoh, untuk masing-masing strata.

c. pengambilan contoh dengan sistematis (systematic sampling)
keuntungan :
1. pengambilan contoh dapat di atur dengan mudah an murah.
2. semua lapisan populasi dapat tercakup dalam sampel.
Kelemahan :
Yaitu bila populasi tidak terdiri dari unsur-unsur yang tersebar secara acak(random), maka ada kemungkinan diperoleh sampel yang selalu mirip atau sejenisnya, sehingga kurang menggambarkan populasinya.
d. pengambilan contoh dengan cluster (cluster sampling)
keuntungan :
1. kita tidak perlu menyusun unsur-unsur dalam populasi dalam suatu daftar urut, tetapi cukup dengan daftar dari cluster saja.
2. biaya penelitian akan lebih murah karena sampel/unsur tidak terpencar-pencar.
Kelemahan :
Yaitu tidak efesien bila di banding dengan cara simple random dan stratified sampling karena seringkali sampel yang berdekatan memiliki sifat yang mirip. Hal ini kurang mengambarkan populasi yang sebenarnya.
e. pengambilan contoh bertahap (multistage sampling)
keuntunagan :
1. lebih efesien dan flesibel dari pada pengambilan contoh secara langsung (single stage sampling).
2. pelaksanaannya mudah karena akan memperkecil umlah sampel dan menghemat biaya.
Kelemahanya :
Yaitu cara ini ialah tampak agak sulit dalam teori karena agak kompleks.

Penentuan besarnya sampel
Untuk menentukan besarnya sampel, variance dari suatu populasi dapat di hitung dan di pakai bersama-sama dengan keterbatasan yang lain seperti tersedianya dana, waktu tenaga dan derajat keyakinan yang di inginkan pihak penelitian dank lien.
Ada 3 kasus yang perlu di perhatikan dalam penentuan besarnya sampel :
a. kasus 1, apabila hanya ada satu masalah yang akan dicari. Disini kita terlebih dulu mengetahui besarnya varience atau proporsi dari populasi (p).kita harus menentukan empat hal sebagai berikut:
1. jumlah sampling unit dalam seluruh populasi (N)
2. kesalahan maksimum yang dapat diterima (d)
3. normal variable (Z); nilai Z di peroleh dari table tentang daerah di bawah kurva normal. Lihat tabel III.10.
4. pengetahuan tentang besarnya variance atau proporsi (p). biasanya variance atau proporsi diketahui setelah diperhitungkan pada waktu survey sudah selesai. Akan tetapi demi kepentingan penentuan jumlah sampel, harus diketahui, diperkirakan atau ditebak, sebelum survey diadakan.


Tabel III.10.
Nilai Z dan Derajat kepercayaanya
Derajat kepercayaannya
80% 90% 95% 100%
Z 1,290 1,645 1,960 3,000


Ada 4 cara untuk memperoleh nilai variance atau proporsi itu :
1. mengunakan hasil pilot survey.
2. mengambil sampel dalam dua tahap : tahap I, mengambil sampel yang kecil jumlahnya (n1) untuk memperkirakan t dan p. tahap II, menentukan besarnya sampel tambahan atau kekurangannya (n2).
3. menggunakan hasil survey sebelumnya atas dasar populasi yang sama.
4. dengan menebak, setelah berkonsultasi pada peneliti atau orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang populasi itu.
b. kasus II, apabila ada lebih dari sutu masalah yang ingin dicari dalam studi itu. Misalnya, kita ingin mengetahui rata-rata besarnya keluarga, proporsi keluarga yang memiliki radio, dan pendapatan keluarga petani dari sector pertanian.
Disini ada 3 masalah yang ingin dikaji. Langkah-langkah berikut dapat diikuti :
1. tentukan masalah serta factor-faktor yang diperlukan yang berhubunagn dengan masalah itu.
2. perkirakan besarnya sampel dari masing-masing masalah.
3. apabila besarnya sampel untuk masing-masing masalah itu tidak terlalu beda jauh, jumlah sampel yang terbesar atau rata-rata sampel masing-masing masalah itu kita pakai.
Namun demikian semua ini tergantung pada tersedianya anggaran. Untuk anggaran yang tidak begitu beelimpah-limpah, maka kita dapat menurunkan derajat ketepatan dari perkiraan kita dengan menurunkan nilai Z atau memperbesar derajat penyimpangan d. sebenarnya factor pembatas (kendala) tidak hanya uang, tetapi sering pula factor waktu.
C. kasus III, apabila sama sekali tidak ada pengetahuan tentang beasrnya variance dari populasi. Dalam hal seperti ini cara terbaik adalah cukup dengan mengambil persentase tertentu, katakanlah 5%, 10% atau 50% dari seluruh jumlah populasi.
Beberapa hal dapat dipakai sebagai sebagai petunjuk untuk menentukan persentase itu yaitu ;
1. bila populasi N besar, persentase yang kecil saja dapat memenuhi syarat.
2. besar sampel hendaknya jangan kurang dari 30.
3. sampel seyogyanya sebesar mungkin selama dana dan waktu dapat menjangkaku.
DAFTAR PUSTAKA
Nazir,Moh.2005.Metodologi penelitian.jakarta: Ghalia Indonesia
Umar,Husein .Riset Akuntansi Dilengkapi dengan panduan membuat skripsi dan empat bahasan kasus bidang akuntansi.Jakarta: Gramedia.
Umar,Husein.Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis.Jakarta:Gramedia.
Panduan Penulisan Ilmiah yang diterbitkan oleh bagian Penulisan Ilmiah ST ASIA Malang
www.google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thaks,telah mampir di blog saya.